Aku tunduk bukan berarti takluk.
Salam Persaudaraan,
B O X ! !!
Seni Ilmu Olah Raga TARUNG DERAJAT dideklarasikan kelahirannya dibumi persada Indonesia tercinta dikota Bandung pada tanggal 18 Juli 1972, oleh penciptanya yaitu seorang anak bangsa bernama Guru Haji Achmad Dradjat yang memiliki nama julukan dengan sebutan Aa Boxer, dan kini bergelar “SANG GURU TARUNG DERAJAT”.
Keberadaan Tarung Derajat tersebut, adalah identik dengan perjalanan dan perjuangan hidup G.H.Achmad Dradjat. Kemudian Kristalisasi nilai-nilai perjuangan hidup pribadinya itu menjadi nama dari Ilmu Pembalaan diri karya ciptanya, yaitu “TARUNG DRADJAT” (Tarung-Bertarung/Pertarungan adalah Berjuang/Perjuangan; Berperang/Peperangan; Berkelahi/ Perkelahian, dan Dradjat atau Darajat adalah nama sendiri ialah Achmad Dradjat Darajat adalah bahasa daerah Sunda yang berarti “Berkah” yaitu: Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan atau manfaat bagi kehidupan manusia).
Semula Seni Tarung Derajat memiliki nama lengkap sebagai Beladiri AA BOXER (Beladiri Boxer) dengan nama keterangannya Metoda Beladiri Dradjat (Seni Tarung Dradjat), ditulis seperti “Ilmu Beladiri Aa Boxer-Metoda Beladiri Dradjat (Seni Tarung Dradjat) dan semua itu berkaitan dengan nama pribadi dan nama julukannya, ialah Achmad Dradjat alias Aa Boxer.
Perjuangan hidup G.H.Achmad Dradjat dimulai sejak kelahirannya di Garut tahun 1951, yang saat itu kampung kelahirannya sedang diserang oleh Gerombolan pemberontak yang dikenal dengan sebutan Darul Islam (D.I) didaerah Jawa Barat. Kedua orang tua Sang Guru Tarung Derajat, yaitu Haji Adang Latif dan Hajah Mintarsih yang juga keduanya adalah merupakan anggota laskar Pejuang Kemerdekaan di daerah Garut dan kemudian pasca perang kemerdekaan H.Adang Latif terpilih menjadi POLISI ISTIMEWA, nilai-nilai keselamatan dan kesehatan perjuangan hidup tersebut melahirkan sebuah kata yang kemudian diterapkan menjadi nama anak laki-laki harapannya, yaitu DARADJAT atau DRADJAT yang nama lengkapnya, adalah ACHMAD DARADJAT.
Pada usia balita pindah ke kota Bandung mengikuti perjalanan dinas orang tuanya, bertempat tinggal di Tegallega suatu kawasan daerah yang keras dan sangat rawan dengan berbagai macam bentuk kejadian tindak kekerasan. Aa demikian Achmad Dradjat dipanggil dilingkungan keluarganya (Aa adalah panggilan kepada anak laki-laki yang lebih tua atau yang dituakan, berasal dari bahasa sunda) hidup dari lingkungan perjuangan yang keras kedua orang tuanya dan kini dibesarkan pada suatu lingkungan hidup keras lainnya, perkelahian antar kelompok remaja dan pemuda, pemerasan, perjudian, pelacuran, bahkan berbagai organisasi kemasyarakatan social, keagamaan dan politik banyak didapat disekitar kewilayahan tempat tinggalnya termasuk berbagai kegiatan olahraga.
Menyadari keadaan situasi dan kondisi lingkungan seperti itu kedua orang tuanya yang sangat taat beribadah Agama, mendidik dan mengajar Achmad Dradjat dengan dasar-dasar pendidikan Akhlak budipekerti dan pengajaran Agama yang diterapkan sejak masa kecil secara keras, ketat, terarah dan berdisiplin. Dengan bekal ilmu kekuatan hidup diatas tadi, Aa yang sangat menggemari olah raga keras, seperti sepak bola, beladiri, mendaki gunung dlsb, mulai memasuki lingkungan kehidupan keras selaras dengan aktifitas hidupnya semasa anak-anak dan keremajaannya yang agresif dan dinamis.
Bagi Achmad Dradjat yang yang sejak anak-anak dianugerahi mempunyai postur tubuh yang lebih kecil bila dibanding dengan anak remaja lainnya yang berusia rata-rata sama, hidup pada lingkungan dan masyarakat heteorogin seperti itu memiliki tantangan tersendiri, namun demikian segala hal yang terjadi mampu diterima secara tulus dan iklas apa adanya sebagai sesuatu yang alamiah. Hal itu disebabkan selain adanya faktor kekuatan yang berasal dari hasil didikan Akhlak Budipekerti dan ajaran Agama, adalah juga kelebihan fisik nya yang pendek kecil tersebut terimbangi dan tertandingi dengan bawaan karakter atau sikap mentalnya yang Keras, Berani dan Ulet didalam menghadapi dan mejawab realita kehidupan sejalan dengan Kodratnya.
Arena hidup demikian, sifat keras, ulet dan pemberani serta hasrat ingin menolong teman yang dimilikinya, kerap membuat Achmad Dradjat mengalami berbagai tindak kekerasan fisik dan bermacam ancaman lainnya. Perkelahian demi perkelahian harus ia lalui, walaupun lebih sering kalah daripada menang namun demikian dirinya tidak pernah jera apalagi kapok untuk berkelahi dimana perlu dan penting berkelahi untuk mempertahankan kelangsungan hidup, menegakan kehormatan dan membela kemanusiaan hingga pada usia 13 tahun, tindak kekerasan dan penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab dan dipimpin oleh seorang oknum alat Negara yang juga sebagai pimpinan dari sebuah perkumpulan beladiri, kejadian pengeroyokan itu nyaris merenggut jiwanya.
Pada tindak pengeroyokan yang terjadi malam hari ditengah keramaian orang-orang yang hanya bisa jadi penonton itu tubuh kecil Achmad Dradjat dipaksa dan terpaksa harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup sampai dirinya tidak tahu lagi apa yang sedang dialaminya, dari kenyataan hidup tersebut kiranya hanya karena berkat Kebesaran dan Kekuasaan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang menghendaki anasib lain, sehingga Achmad Dradjat bisa terselamatkan dari nasib yang lebih buruk lagi.
Peristiwa penganiayaan lainnya dialami Achmad Dradjat, pada masa sedang berlatih suatu Ilmu Beladiri disebuah perkumpulan baladiri, saat itu dirinya dipaksa oleh seorang anggota senior yang berumur lebih tua dan berbadan jauh lebih besar.
Dengan keterbatasan teknik sebagai anggota yang baru diperkumpulan beladiri tersebut Achmad Dradjat terpaksa harus melakukan perkelahian melawan yang berkemampuan teknik jauh lebih tinggi, seperti halnya masa terjadi pengeroyokan yang lalu dirinya harus mampu bertahan hidup menyelamatkan diri sendiri dari tindakan yang tidak manusiawi itu, walau kejadiannya terjadi disaksikan oleh para senior lainnya bahkan saat itu guru besar beladiri tersebut ada disekitar tempat latihan, namun mereka semua seolah tidak peduli dengan kejadian yang sedang berlangsung dan Achmad Dradjat pun kembali menikmati keadaan dirinya yang teraniaya, dengan beberapa bagian tubuh yang penuh luka memar serta tangisan emosional Achmad Dradjat terus melakukan perlawanan dengan caranya sendiri, dan kemudiaan cara pertahanan diri yang dilakukannya itu didalam proses penciptaan Tarung Derajat dikenal sebagai salah satu prinsip teknik, taktik dan strategi ilmu pembelaan diri Tarung Derajat, yaitu “Bertahan Menyerang, Menyerang Mematikan”, seperti Mengalahkan lawan dengan cara Menahan diri.
Renungan Pengalaman hidup yang pahit dan diderita dengan sabar dan tawakal serta totalitas berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, melahirkan Pemikiran yang terang, menumbuhkan Perasaan yang lapang dan membangkitkan Keyakinan dengan ketetapan Hati yang mantap. Dari Imajinasi tersebut mencuat suatu Kreatifitas bahwa pada setiap tindak kekerasan, perkelahian, penganiayaan dan ilmu beladiri yang dilakukan dan menyentuh pada daya gerak otot, otak serta nurani, ada suatu tindak gerak fisik yang serupa, antara lain yaitu memukul, menendang, mengelak, menangkis, membanting, mengunci dlsb. Gerakan tersebut adalah sebagai Hak alamiah yang dimiliki setiap manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar